By Renne R.A Kawilarang - Rabu, 24 November
VIVAnews - Serangan artileri Korea Utara (Korut) Selasa kemarin tidak saja membuat Korea Selatan (Korsel) kelabakan. Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, turut dibuat repot.
Menurut harian USA Today, Obama terpaksa dibangunkan pejabat Gedung Putih dari tidur walau saat itu jam baru menunjukkan pukul 3.55, atau Selasa dini hari waktu setempat. Baru saja membukakan mata, Obama disuguhi kabar bahwa Korut baru saja menyerang pulau Yeonpyeong pada pukul 14.30 waktu setempat dan dibalas oleh tembakan artileri Korsel.
Bagi pejabat AS, itu merupakan berita terbaru mengingat waktu di Korea sekitar 14 jam lebih maju dari pesisir timur AS. Kabar dari Korea itu akhirnya memaksa Obama dan para pejabat AS mengganti agenda kerja.
Sejumlah jadwal Obama sepanjang Selasa pun terganggu, diantaranya kunjungan ke kota Kokomo di negara bagian Indiana untuk membicarakan ekonomi dan lapangan kerja setempat. Obama terpaksa membatalkan jadwal wawancara dengan jurnalis senior dari stasiun ABC, Barbara Walters.
Sebagai gantinya, Obama menggelar rapat dadakan dengan para petinggi keamanan AS di Washington. Dia juga berkomunikasi lewat telepon dengan Presiden Korsel, Lee Myung-bak, dan juga menyusun strategi baru mengenai politik luar negeri AS.
Bagi pengamat, isu Korut akhirnya menjadi prioritas utama bagi kepentingan luar negeri AS saat ini. "Umumnya, Korut tidak menjadi masalah level atas, namun peristiwa baru-baru ini membuatnya menjadi prioritas tinggi," kata Victor Cha, pengamat dari Center for Strategic and International Studies.
"Peristiwa itu mendekati perang konvensional di Asia. Ini menjadi masalah penting bagi pemerintah AS," lanjut Cha.
Deputi juru bicara Gedung Putih, Bill Burton, mengungkapkan bahwa Obama marah mendengar kabar serangan artileri Korut itu. Sebagai sekutu Korsel, AS berkomitmen untuk membantu Seoul mengatasi konflik dengan tetangganya di utara.
Burton mengungkapkan bahwa Obama mengetahui kabar itu saat ditelepon oleh penasihat keamanan AS, Tom Donilon. Setengah jam kemudian, Gedung Putih baru mengeluarkan pernyataan.
Di sore hari, sekitar 20 pejabat AS ikut rapat dadakan. Mereka diantaranya Menteri Pertahanan Robert Gates dan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton. Tampak pula Ketua Gabungan Kepala Staf Militer Laksamanan Mike Mullen, Dubes AS untuk PBB Susan Rice dan Direktur Intelijen Nasional, James Clapper.
No comments:
Post a Comment