Tempo
TEMPO Interaktif, London - Didier Drogba. Seorang kolumnis melukiskan ia seperti ini: berbadan seperti Tarzan, bermain serupa Jane. Selama enam tahun berlaga di Inggris, pribadi Drogba nyaris tak berubah. Di dalam lapangan ia tetap liar, pemarah, kadang kekanakan, tapi juga supertajam dalam mencetak gol.
Emosinya yang membuncah dan sifatnya yang kekanakan terlihat saat ia mengantar Chelsea mencukur Wigan 8-0 untuk memastikan gelar juara Liga Primer Inggris, Ahad lalu. Drogba mencetak tiga gol dalam laga itu, yang membuatnya jadi pencetak gol terbanyak (top scorer) dengan torehan 29 gol.
Tapi sebelum ketiga gol itu tercipta--pada menit ke-63, 67, dan 79--Drogba sempat dianggap hilang. Ia marah karena Frank Lampard tak memberinya kesempatan melakukan tendangan penalti pada menit ke-31. Maklum, pemain berusia 32 tahun ini memang butuh gol untuk memastikan diri jadi top scorer karena saat itu ia masih memiliki gol yang sama (26) dengan Wayne Rooney, penyerang Manchester United.
Setelah Lampard sukses mencetak gol dari penalti itu, Chelsea seperti bermain dengan 10 orang. Kemarahan Drogba dilampiaskan dengan bermain angin-anginan. Ketika mendapat operan, ia langsung menendangnya ke gawang, meski tahu posisinya tak memadai.
Saat turun minum, ia masih mengeluh. Pelatih Carlo Ancelotti pun langsung memarahinya dan memintanya kembali bermain bola. Untungnya ia mau mendengar. Pada babak kedua, ia bangkit dan menyumbang hat trick, termasuk satu dari titik penalti.
Pemain asal Pantai Gading ini pun meminta maaf seusai laga itu. "Ya, saya mengerti (putusan Lampard), tapi pada saat yang sama saya kecewa karena kami sudah 1-0 dan saya ingin mencetak gol," katanya. "Saya harus mengatasi rasa frustrasi di babak kedua dan bangkit. Saya sadar telah membuat kesalahan besar."
Emosi berlebihan seperti itu juga sudah membuat Drogba bermasalah di Liga Champions. Dalam tiga musim terakhir, ia terus mendapat kartu merah karena ulah buruknya, termasuk memprotes wasit dengan keras.
Tapi, di tengah emosinya yang meledak-ledak itu, Drogba tak diragukan lagi adalah penyerang tajam yang ditakuti lawan. Gelar top scorer yang diraihnya musim ini adalah yang kedua setelah pada 2007 (20 gol).
Di luar lapangan, Drogba justru memiliki sisi kemanusiaan yang kental. Ia adalah duta Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tak hanya tenaga yang ia berikan, uang juga ia sumbangkan. Baru-baru ini Drogba mengucurkan sumbangan jutaan pound sterling untuk membangun sebuah rumah sakit di Abidjan, Pantai Gading. "Ketika rumah sakit itu dibuka, akan jadi pencapaian terhebat saya dalam hidup," katanya.
No comments:
Post a Comment