Sunday, December 26, 2010

Hu is the new leader of China

George: Condi! Nice to see you. What’s happening?

Condi: Sir, I have the report here about the new leader of China.

George: Great. Lay it on me.

Condi: Hu is the new leader of China.

George: That’s what I want to know.

Condi: That’s what I’m telling you.

George: That’s what I’m asking you. Who is the new leader of China?

Condi: Yes.

George: I mean the fellow’s name.

Condi: Hu.

George: The guy in China.

Condi: Hu.

George: The new leader of China.

Condi: Hu.

George: The Chinaman!

Condi: Hu is leading China.

George: Now whaddya’ asking me for?

Condi: I’m telling you Hu is leading China.

George: Well, I’m asking you. Who is leading China?

Condi: That’s the man’s name.

George: That’s who’s name?

Condi: Yes.

George: Will you or will you not tell me the name of the new leader of China?

Condi: Yes, sir.

George: Yassir? Yassir Arafat is in China? I thought he was in the Middle East.

Condi: That’s correct.

George: Then who is in China?

Condi: Yes, sir.

George: Yassir is in China?

Condi: No, sir.

George: Then who is?

Condi: Yes, sir.

George: Yassir?

Condi: No, sir.

George: Look, Condi. I need to know the name of the new leader of China. Get me the Secretary General of the U.N. on the phone.

Condi: Kofi?

George: No, thanks.

Condi: You want Kofi?

George: No.

Condi: You don’t want Kofi.

George: No. But now that you mention it, I could use a glass of milk. And then get me the U.N.

Condi: Yes, sir.

George: Not Yassir! The guy at the U.N.

Condi: Kofi?

George: Milk! Will you please make the call?

Condi: And call who?

George: Who is the guy at the U.N?

Condi: Hu is the guy in China.

George: Will you stay out of China?!

Condi: Yes, sir.

George: And stay out of the Middle East! Just get me the guy at the U.N.

Condi: Kofi.

George: All right! With cream and two sugars. Now get on the phone.



Source : http://www.vincentchow.net/663/hu-is-the-new-leader-of-china

Tuesday, December 7, 2010

WikiLeaks: AS Berkepentingan Atas Timah RI

By Renne R.A Kawilarang - Senin, 6 Desember

VIVAnews - Tambang dan pabrik timah di dekat Selat Malaka, Indonesia, dianggap vital bagi kepentingan Amerika Serikat (AS). Selain itu, Washington juga menandai sejumlah sumber daya dan lokasi strategis lainnya di mancanegara yang patut diperhatikan bagi kepentingan Negeri Paman Sam.

Demikian menurut suatu memo berkatagori rahasia yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS. Memo itu dibuat pada 18 Februari 2009 dan berkatagori rahasia, yang akhirnya bocor di laman WikiLeaks pada 5 Desember 2010.

Bernomor referensi STATE 015113, memo diplomatik itu menginstruksikan kedutaan-kedutaan besar AS di mancanegara untuk menyusun daftar infrastruktur yang dianggap vital bagi kesehatan publik, keberlangsungan ekonomi dan keamanan AS.

Tambang dan pabrik timah di Selat Malaka, Indonesia, termasuk dalam ratusan aset yang berkatagori "infrastruktur penting dan sumber daya kunci," bagi AS. Daftar itu dimuat dalam "Critical Foreign Dependencies Initiative 2008," yang bertujuan untuk mendata sejumlah aset vital di luar negeri untuk melindungi kepentingan AS dari berbagai ancaman, baik terorisme maupun bencana alam.

Memo itu tidak menyebutkan lokasi spesifik tambang timah di Indonesia yang dianggap penting bagi AS. Namun, sejumlah wilayah di Kepulauan Riau, yang terletak di dekat Selat Malaka, dikenal sebagai penghasil timah.

Menurut penelusuran VIVAnews, dan juga laman harian New Zealand Herald, dokumen itu bertanda Menteri Luar Negeri Hillary Clinton.

"Ketidakmampuan atau penghancuran sistem dan aset-aset itu akan melemahkan keamanan, daya tahan ekonomi nasional, kesehatan atau keselamatan publik nasional, atau gabungan dari elemen-elemen itu," demikian tulis memo tersebut, seperti yang dipantau New Zealand Herald.



Bersama Indonesia dan negara-negara lain, sejumlah wilayah di Selandia Baru turut menjadi kepentingan AS. Wilayah yang dimaksud adalah jalur kabel bawah laut di Takapuna dan Whenuapai.

Presiden Hu Mewanti-wanti

Kompas - 2 jam 22 menit lalu

KOMPAS.com – Ada keprihatinan yang terungkap dalam pembicaraan telepon antara Presiden China Hu Jintao dengan Presiden AS Barack Obama. Menurut warta AP dan AFP pada Senin (6/12/2010), Presiden Jintao mengatakan dirinya prihatin terkait ketegangan hingga kini antara Korea Utara dengan Korea Selatan. Dalam pembicaraan telepon itu, dia mengatakan pula semua pihak harus menahan diri.

Sementara pihak Amerika mengatakan, Presiden Obama mendesak mitranya, China agar mengirim pesan jelas kepada Korea Utara.

Pembicaraan telepon antara Presiden Hu dan Obama ini menekankan seberapa serius Beijing dan Washington menanggapi ketegangan terbaru di semenanjung Korea ini. Sikap kedua pemimpin ini mungin merupakan sikap paling serius ditengah ketidakpastian situasi yang lebih besar dibandingkan beberapa dasawarsa terakhir.

Tetapi hal lain yang bisa dibaca dari percakapan itu adalah perbedaan perspektif antara kedua negara. Beijing menyerukan agar semua pihak menahan diri dan menolak menuding Pyongyang memulai ketegangan ini. Di sisi lain, Washington jelas menginginkan agar Beijing mengendalikan sekutunya, Korea Utara. Tampak jelas ada rasa frustrasi di kalangan pejabat Amerika terhadap sikap China itu. Hal tersebut ditambah dengan sejumlah pertanyaan mengenai seberapa besar sebenarnya pengaruh China yang masih ada terhadap Korea Utara saat ini.

Menteri-menteri luar negeri Amerika, Korea Selatan, dan Jepang akan segera bertemu di Washington, tanpa perwakilan dari China. Mereka semua berhati-hati menanggapi dorongan China agar memulai lagi dialog enam pihak tentang ambisi nuklir Korea Utara.

Situasi saat ini menggambarkan betapa kompleksnya strategi dan gambaran keamanan regional saat ini. Ada kekhawatiran mengenai semenanjung Korea, pengakuan bahwa China merupakan salah satu pemain penting dalam masalah ini. Tetapi, keresahan di kalangan para pemain penting lain mengenai hubungan mereka dengan Beijing dan pertanyaan mengenai ambisi China di kawasan itu muncul pula.

Sekutu Bicara Tak Ikutkan China

Kompas - 1 jam 59 menit lalu

KOMPAS.com – Tiga negara yakni Jepang, Korea Selatan, serta Amerika Serikat bergegas menggelar pembicaraan di Washington. Ini adalah salah satu upaya negara-negara di kawasan dalam meningkatkan upaya diplomatik guna mencegah konflik kembali terjadi.

Menurut warta AP dan AFP pada Senin (6/12/2010), Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dan dua mitranya tadi termasuk yang ikut andil dalam pembicaraan itu. Pertemuan ini dilakukan dua minggu setelah serangan mematikan Korea Utara terhadap pulau Korea Selatan karena Seoul melakukan latihan militer. China yang merupakan sekutu paling penting Korut tidak diundang. Namun, ketiga negara diperkirakan akan membahas usulan Beijing tentang perundingan darurat kawasan.

Pengaruh

Dalam pembicaraan telepon sebelumnya, Obama mendesak Presiden China Hu Jintao untuk bekerja sama dengan AS sebagai "pesan tegas" kepada Korea Utara bahwa provokasi terhadap Korsel "tidak dapat diterima".

Catatan pembicaraan juga menunjukkan perbedaan pandangan. Beijing menginginkan semua pihak menahan diri dan menolak menyalahkan Pyongyang. Di sisi lain, Washington menginginkan Beijing lebih meminta tanggung jawab Korea Utara.

Sejumlah pejabat AS kecewa terhadap posisi China. Utamanya, mengingat besarnya pengaruh China terhadap para pemimpin Korea Utara.

Sementara itu, Mahkamah Kejahatan Internasional akan menyelidiki apakah aksi Korut dapat dipandang sebagai kejahatan perang. Mahkamah tersebut menyatakan akan memeriksa peristiwa penembakan pulau Yeonpyeong pada tanggal 23 November yang menewaskan dua marinir Korea Selatan dan dua warga sipil.

Keadaan di semenanjung tetap tidak menentu. Pada Senin, Korea Selatan tetap melakukan serangkaian latihan penembakan baru meskipun Pyongyang sudah mengeluarkan peringatan. Latihan dilakukan di pantai bagian timur, barat dan selatan tetapi tidak dilakukan di daerah sensitif di sepanjang perbatasan laut di barat.

Menteri pertahanan Korea Selatan yang baru mengatakan pihaknya akan melakukan serangan udara jika Korut kembali menyerang warga sipil.

Wah, Palestina Bantu Israel Memadamkan Api

Republika - Minggu, 5 Desember

REPUBLIKA.CO.ID, HAIFA--Regu pemadam kebakaran Palestina membantu Israel memerangi kebakaran hutan besar di Perbukitan Carmel, Israel utara. Demikian dikatakan Presiden Palestina, Mahmud Abbas Sabtu waktu setempat (4/12).

Abbas dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saling menghubungi lewat telepon, berbicara tentang kebakaran. Menurut Netanyahu negara tetangga harus saling membantu. Ia selanjutnya mengatakan pembicaraan berlangsung damai.

Kebakaran terjadi Kamis pagi (2/12) dan telah menelan sedikitnya empat puluh jiwa. Kebanyakan korban adalah penjaga penjara, yang sedang dalam perjalanan pulang naik bus. Kebakaran juga telah menghancurkan lahan seluas 34 kilometer persegi dan empat juta pohon.

Akibat kekurangan material, Netanyahu Jumat (3/12) meminta bantuan luar negeri. Masyarakat internasional secara massal menangapi permohonan itu dan mengirim lebih dari sepuluh pesawat pemadam kebakaran. Yunani, Rusia, Bulgaria, Amerika Serikat, Yordania, Siprus, dan Azerbaijan memberikan bantuan. Belanda mengirim helikopter pemadam kebakaran ke kawasan bencana yang kemungkinan tiba di sana Senin (6/12).

Kendati semua bantuan datang, Israel memperkirakan masih membutuhkan waktu satu pekan sebelum bisa mengendalikan api.