Tuesday, January 25, 2011

Cerita Kehidupan Sang Buddha

1. Sebelum menjadi Buddha

Sumedha mengorbankan dirinya

Sumedha menatap tanpa berkedip pada sosok Buddha, yang dianugerahi dengan 32 tanda besar seorang manusia luar-biasa ( Mahapurissa ), dan 80 tanda-tanda kecil lainnya. Ia menyaksikan sosok Buddha yang indah dan bercahaya, seperti terbuat dari emas-murni, dengan aura terang di sekeliling-Nya dan enam sinar memancar dari tubuh-Nya, seperti kilat di langit biru.

Kemudian Sumedha memutuskan sebagai berikut, “Hari ini, aku akan mengorbankan diriku untuk Buddha. Agar Ia tidak menginjak lumpur dan mengalami ketidaknyamanan, biarlah Buddha beserta 400.000 Arahanta menginjak punggungku dan seolah-olah berjalan di atas jembatan kayu berwarna batu delima. Dengan menggunakan tubuhku sebagai jembatan oleh Buddha dan para Arahanta, aku pasti akan mendapat kesejahteraan dan kebahagiaan dalam jangka waktu yang lama.”

Setelah mengambil keputusan demikian, ia melepaskan sabuknya, menggelar matras kulit macan dan jubahnya di atas tanah becek kemudian berbaring tiarap diatasnya, bagaikan jembatan yang terbuat dari kayu berwarna batu delima.


Aspirasi Sumedha untuk mencapai Ke-Buddha-an

Sumedha, yang sedang bertiarap, seketika muncul keinginan untuk menjadi Buddha, “Jika aku menghendaki, hari ini juga aku dapat menjadi Arahanta yang mana asava dipadamkan dan kotoran batin lenyap. Tapi, apa untungnya ? Seorang manusia luar biasa sepertiku merealisasi Buah Arahatta dan Nibbana sebagai murid yang tidak berguna dari Buddha Dipankara ? Aku akan berusaha sekuat mungkin untuk mencapai ke-Buddha-an.”

“Apa gunanya, secara egois keluar dari lingkaran kelahiran sendirian, padahal aku adalah seorang manusia luar biasa yang memiliki kebijaksanaan, keyakinan, dan usaha. Aku akan berusaha mencapai ke-Buddha-an dan membebaskan semua makhluk termasuk para dewa dari lingkaran kelahiran yang merupakan lautan penderitaan.”

“Setelah mencapai ke-Buddha-an sebagai hasi dari perbuatanku yang tiada bandingnya dengan bertiarap dan menjadi jembatan untuk Buddha Dipankara, aku akan menolong banyak makhluk keluar dari lingkaran kelahiran yang merupakan lautan penderitaan.”

“ Setelah menyeberangi sungai samsara dan meninggalkan tiga alam kehiduapn, aku akan menaiki rakit Dhamma Jalan Mulia Berfaktor Delapan dan pergi menyelamatkan semua makhluk termasuk dewa.” Demikianlah pikirannya bercita-cita untuk menjadi Buddha.


Sumitta , Kelak Menjadi Yasodhara

Sewaktu Sumdedha sedang memikirkan cita-cita untuk mencapai ke-Buddha-an, seorang Brahmana perempuan muda bernama Sumitta bergabung dengan para penduduk menyambut Buddha. Ia membawa delapan kuntum bunga teratai untuk dipersembahkan pada Buddha Dipankara. Sewaktu ia sampai di tengah-tengah keramaian dan begitu matanya menatap Sumedha, ia terpesona dan seketika jatuh cinta kepadanya. Ia ingin mempersembahkan sesuatu pada Sumedha, tapi ia tidak memiliki apa-apa kecuali delapan kuntum teratai. Kemudian ia berkata kepada Sumedha, “Yang Mulia petapa, aku berikan padamu lima kuntum bunga teratai, agar engkau dapat mempersembahkannya sendiri kepada Buddha. Sisa tiga kuntum ini adalah sebagai persembahanku kepada Buddha”. Kemudian ia menyerahkan lima kuntum bunga teratai itu kepada Sumedha, kemudian menyampaikan keinginannya, “ Yang Mulia Petapa, selama waktu yang akan engkau jalani dalam mencapai Ke-Buddha-an ; semoga aku dapat selalu menjadi pendampingmu.”

Sumedha menerima bunga teratai dari Sumitta dan di tengah-tengah keramaian, mempersembahkannya kepada Buddha-Dipankara, yang datang menghampirinya.


Ramalan Pasti dari Buddha Dipankara : Sumedha kelak akan menjadi Buddha

Mengamati apa yang sedang terjadi antara Sumedha dan Sumitta, Buddha membuat ramalan di tengah-tengah keramaian :

“ O… Sumedha, perempuan ini Sumitta, akan menjadi pendampingmu dalam berbagi hidup, membantumu dengan semangat dan perbuatan yang sama dalam usahamu mencapai ke-Buddha-an, ia akan membahagiakanmu dalam setiap pikiran, perkataan dan perbuatannya, ia akan berpenampilan cantik dan menyenangkan, manis tutur katanya dan baik hati. Dalam usahamu mencapai ke-Buddha-an, dalam kelahiranmu yang terakhir, ia akan menjadi murid perempuan yang akan menerima warisan spiritual darimu, menjadi seorang Arahanta, lengkap dengan kemampuan batin tinggi.”

Pada saat Buddha-Dipankara menyatakan hal tersebut diatas, Petapa Sumedha memang telah memenuhi kedelapan faktor yang diperlukan untuk menerima ramalan kepastian bahwa kelak ia akan menjadi Buddha. Kedelapan faktor tersebut adalah :

1.Ia adalah manusia
2.Ia adalah laki-laki
3.Telah memenuhi semua kondisi seperti Kesempurnaan yang diperlukan untuk meraih tingkat ke-Arahatta-an dalam kehidupan itu juga
4.Dia harus bertemu muka dengan muka dengan seorang Buddha yang hidup.
5.Dia harus menjadi seorang Petapa yang percaya hukum karma (Kammavadi) atau pernah menjadi anggota Sangha dalam masa kehidupan seorang Buddha.
6.Dia harus memiliki kekuatan-batin / mencapai keempat Rupa-Jhana dan keempat Arupa-Jhana ( yang dikenal sebagai “Attha-Samapatti-Jhana-Labhi” ).
7.Berusaha keras untuk mengembangkan kesempurnaan tanpa memperdulikan hidupnya .
8.Dia harus memiliki kebulatan tekad yang kuat untuk menjadi seorang Buddha meskipun dia tahu bahwa dia akan menanggung penderitaan sebagai binatang, setan, dan lain-lain di dunia yang menyedihkan. Dengan kata lain, dia harus mencegah dirinya untuk mencapai tingkat Arahat, dengan tekad bulat dan tetap berdiam di dalam samsara untuk kepentingan ummat manusia dan para dewa.
Mengetahui bahwa Sumedha memiliki persyaratan ini, Buddha Dipankara menghampiri Sumedha dan berdiri di dekat kepalanya, selagi ia masih bertiarap, dengan kekuatan batin-Nya, melihat jauh ke masa depan untuk mengetahui apakah Sumedha, yang sedang berbaring tiarap di atas lumpur, yang berkeinginan untuk menjadi Buddha, dapat tercapai keinginannya atau tidak.

Buddha Dipankara mengetahui semua tentang masa depan Sumedha, dan berkata,” Sumedha akan menjadi Buddha, bernama Gotama, setelah 4 Asankkheyya-Kappa dan 100.000 Kappa sejak saat ini.”

Setelah mendengar ramalan Buddha Dipankara yang tiada bandingnya di tiga alam, dewa dan manusia bersorak gembira, “Dikatakan Sumedha Sang petapa, adalah benar-benar seorang Bakal Buddha.” Mereka menepuk lengan kiri atas mereka dalam kegembiraan ( pada masa itu mereka tidak bertepuk tangan untuk menyatakan kegembiraan, tapi menepuk lengan kiri dengan telapak tangan kanan ). Dewa dan Brahma yang datang dari sepuluh ribu alam semesta bersama-sama dengan manusia mengangkat tangan memberi penghormatan.

Mereka juga mengungkapkannya lewat pengharapan,” Meskipun sekarang kami gagal dalam melatih ajaran Buddha Dipankara, raja dunia, kami akan bertemu lagi dengan petapa mulia ini yang kelak akan menjadi Buddha; saat itu kami akan sungguh-sungguh berusaha keras untuk mencapai pengetahuan Dhamma yang lebih tinggi.”

Setelah Buddha Dipankara membuat ramalan, Ia pergi dengan menginjakkan kaki kanan-Nya di sebelah Sumedha. Keempat ratus ribu Arahanta juga meninggalkan tempat dengan Sumedha di sisi kanan mereka ( setelah mempersembahkan bunga dan dupa ). Demikian pula dengan manusia, para Naga, musisi Surgawi ( Gandhabba ) meninggalkan tempat setelah memberi penghormatan kepada Sumedha dan mempersembahkan bunga dan dupa.

Setelah Buddha Dipankara dan keempat ratus ribu Arahanta menghilang dari pandangan, Sumedha bangun dengan gembira dari posisi tiarapnya, dan dengan pikiran dipenuhi kegembiraan dan kebahagiaan, ia duduk bersila diaas tumpukan bunga-bunga yang ditebarkan untuk menghormatinya oleh para dewa dan manusia, kemudian merenungkan :

“ Aku telah berhasil mencapai Jhana dan lima kemampuan batin. Di sepuluh ribu alam semesta, tidak ada petapa yang menyamaiku. Aku tidak melihat seorang pun yang sama denganku dalam hal kekuatan batin.” Dan Sumedhapun merasakan kegembiraan dan kebahagiaan luar biasa.

Source : Artikel Buddhis

No comments:

Post a Comment