VIVAnews
By Renne R.A Kawilarang - Sabtu, 3 April
VIVAnews - Dalam rangka merayakan hari suci umat Kristiani, penduduk suatu desa di Filipina kembali menyelenggarakan suatu ritual yang cukup mengerikan, yaitu penyaliban massal. Acara itu berlangsung Jumat, 2 April 2010, bertepatan dengan perayaan Jumat Agung - yaitu hari pada saat Yesus Kristus disalibkan.
Para pemuka agama di negara yang mayoritasnya umat Katolik itu sebenarnya sudah lama menentang acara penyaliban massal, yang kali ini berlangsung di tiga desa dekat Kota San Fernando, Provinsi Pampanga. Namun, ritual itu tetap saja dilakukan setiap tahun oleh penduduk setempat karena kian memikat perhatian banyak turis lokal dan asing.
Tahun ini, 23 orang ikut serta dalam acara penyaliban massal. Namun, orang asing tidak boleh lagi ikut-ikutan disalib dan hanya bisa menjadi penonton. Demikian ungkap Ching Pangilinan, seorang petugas pariwisata San Fernando dan juga panitia penyelenggara.
Menurut Pangilinan, larangan ini terpaksa diberlakukan setelah mereka melihat bahwa orang-orang asing yang ikut disalib pada tahun-tahun sebelumnya hanya bertujuan untuk membuat film dan lucu-lucuan belaka.
"Kami tidak mau tradisi masyarakat lokal menjadi bahan olok-olok," kata Pangilinan. Dia mengungkapkan bahwa penyaliban massal kemarin berhasil menarik perhatian lebih dari 10.000 turis lokal dan asing.
Dengan alasan demi merasakan penderitaan seperti yang pernah dialami Yesus, para peserta rela disalib di bawah terik panas matahari. Bahkan, mereka bersedia kaki dan tangan dipaku selama beberapa saat kendati harus menahan sakit.
Diantara peserta adalah seorang pria berusia 49 tahun bernama Ruben Enaje. Pria yang berprofesi sebagai pelukis itu ternyata sudah 24 kali disalib. Bagi Ruben, ini adalah merupakan wujud syukurnya kepada Tuhan setelah menyelamatkan dia dari ambruknya sebuah bangunan.
Ada pula peserta perempuan. Dia adalah Mary Jane Mamangon. Penjual kue beras berusia 34 tahun itu sudah 14 kali ikut sebagai peserta penyaliban.
Mamangon dulu bersedia disalib karena ingin meminta perhatian Tuhan agar neneknya sembuh dari sakit. "Saya mau melakukan ini karena hasilnya manjur. Saya melihat nenek saya sembuh dari sakitnya," kata Mamangon.
Kali ini, Mamangon kembali disalib dalam rangka meminta urapan Tuhan agar menyembuhkan adiknya dari penyakit kanker. Perempuan itu yakin bahwa Tuhan pun menjaga dia dan keluarga.
Namun tradisi itu tidak mendapat restu dari pimpinan gereja di Filipina. Konfrensi Wali Gereja Katolik Filipina menilai bahwa ungkapan sejati para umat dalam memperingati masa Pra-Paskah adalah melakukan penyesalan dan pertobatan serta bertekad tidak lagi mengulang dosa lama, bukan dengan cara menyiksa diri melalui penyaliban.
Uskup Rolando Tirona menilai bahwa ritual itu hanyalah bentuk ekspresi kepercayaan yang semu dan biasanya dilakukan dengan motif mendapatkan uang atau untuk meningkatkan pendapatan pariwisata. Itu merupakan motif yang tidak dapat dibenarkan. (Associated Press)
No comments:
Post a Comment