Wednesday, February 2, 2011

Cerita Kehidupan Sang Buddha (7)

7. Pertunjukan Memanah

Setelah sang ayah, Raja Suddhodana, membangun tiga istana untuk anaknya yang demikian indah dan megahnya, yang belum pernah dinikmati oleh raja-raja sebelumnya, ia berpikir,”Anakku telah berumur enam belas tahun, setelah menganugerahkan mahkota kerajaan dengan membuka payung putih, aku akan menyaksikannya menikmati kemewahan dan kemuliaan sebagai Raja”.

Kemudian ia memerintahkan untuk mengirim pesan kepada 80.000 sanak-saudaranya, keluarga Sakya, ”Para Pengeran Sakya, Putraku telah berumur enam belas tahun sekarang. Aku akan menjadikannya Raja. Semua Pangeran Sakya harap membawa putrinya, yang telah cukup umur, ke istanaku”.

Ketika para Pangeran Sakya menerima pesan dari Raja Suddhodana, mereka menolak permintaannya, menjawab dengan nada menghina, “Pangeran Siddhattha kurang berpendidikan, meskipun ia memiliki penampilan yang menarik. Tidak memiliki ketrampilan dalam menjalani kehidupan, ia tidak akan mampu menjalani kewajibannya sebagai kepala keluarga. Jadi kami tidak dapat mengabulkan permintaan Raja Suddhodana untuk menyerahkan putri kami”.

Menerima jawaban dari para Pangeran Sakya – ayah dari para putri – Raja Suddhodana mendatangi Boddhisatta Pangeran dan menjelaskan masalah ini. Kemudian Boddhisatta berkata,”Ayahku, Aku tidak harus mempelajari apapun. Ketrampilan apa yang engkau mau Kuperlihatkan ? “ Raja Suddhodana menjawab, “Anakku, Engkau harus memperlihatkan kepada para sanak saudara ketrampilan memanah dengan busur yang hanya dapat ditarik dengan kekuatan seribu pala.” Pangeran kemudian berkata,”Kalau begitu, Ayah, umumkan dengan tabuhan genderang di seluruh kerajaan bahwa 7 hari lagi, Aku akan mengadakan pertunjukan memanah”. Kemudian Raja Suddhodana mengumumkan ke seluruh kerajaan Kapilavatthu diiringi tabuhan genderang.

Setelah membuat pengumuman yang diiringi oleh tabuhan genderang, persiapan dilakukan untuk mempersiapkan arena bagi Boddhisatta Pangeran memperlihatkan ketrampilan memanahnya juga membangun panggung-panggung penonton bagi para menteri, para putri, pengikut, para pelayan, prajurit, dan kerabat lainnya. Pada hari ketujuh, setelah semua persiapan selesai dilakukan, raja dan para menterinya, para jenderal dan tamu-tamu semua duduk di tempat yang telah disediakan ; Boddhisatta telah mengambil tempat duduk di singgasana bertatahkan permata di tengah-tengah arena, mengambil busur yang diserahkan oleh para pelayan kerajaan. ( Busur yang memerlukan tenaga seribu atau dua ribu unit berat pala untuk menariknya ).

Duduk bersila di atas singgasana, Pangeran memegang busur dengan tangan kirinya, memelintir tali busur di jari-Nya hingga talinya menegang; kemudian Ia memetik-metik tali busur itu dengan tangan kanan-Nya untuk menyesuaikan. Suara getaran yang ditimbulkan oleh tali busur tersebut begitu kerasnya hingga gemanya terdengar di seluruh wilayah kerajaan Kapilavatthu seolah-olah terbang di angkasa.

Beberapa orang bertanya-tanya, “Suara apakah itu?” dan dijawab oleh yang lainnya, “Itu adalah suara petir yang menggelegar”. Yang lain lagi berkata,”Oh, tidak tahukah engkau; itu bukan suara petir; itu adalah suara yang dihasilkan ketika Pangeran Sakya Siddhattha, yang dengan anggun dan penuh keagungan, menarik busur yang memerlukan seribu orang ( atau dua ribu unit berat pala ), untuk menariknya dan memetik tali busurnya”.

Seluruh delapan puluh ribu Pangeran Sakya dan kerabat istana merasa gembira menyaksikan pertunjukkan yang luar biasa dari Boddhisatta yang memetik dan menyesuaikan tali busur.

Setelah itu, Pangeran Siddhatta mempertunjukkan berbagai variasi keahlian memanah yang membuat para penonton berdecak kagum.

Demikianlah, Boddhisatta Pangeran memperlihatkan keahliannya dalam memanah untuk menaklukkan rasa tidak percaya, penghinaan, fitnahan, dan celaan atas dirinya oleh para kerabat kerajaan – sebuah prestasi yang di atas rata-rata, sangat menakjubkan, dan jarang terlihat. Setelah peristiwa itu, semua kerabat kerajaan, yang keraguannya telah lenyap dengan bergembira berseru,”Belum pernah dalam dinasti Sakya menyaksikan sebuah keahlian seperti yang kita saksikan sekarang”, menghujani Boddhisatta dengan puji-pujian.



Source : Artikel Buddhis

No comments:

Post a Comment