Kompas
Kompas - Selasa, 26 Januari
BEIRUT, KOMPAS.com — Jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines di Beirut yang membawa 90 penumpang dan awak menimbulkan keprihatinan mendalam pada seluruh warga setempat. Pemerintah Lebanon Senin (25/1/2010) kemarin langsung mengumumkan hari itu sebagai hari berkabung nasional.
Perdana Menteri Saad Al Hariri berkunjung ke bandara untuk bertemu dengan sejumlah korban yang tampak putus asa. Beberapa di antara mereka tampak marah melihat kenyataan bahwa pesawat itu diizinkan untuk lepas landas dalam cuaca buruk.
"Mereka seharusnya menunda penerbangan selama satu atau dua jam untuk melindungi penumpang. Ada petir yang kuat dan kami mendengar bahwa pesawat itu disambar petir, terutama selama lepas landas," ujar seorang kerabat salah satu penumpang.
Menteri Penerangan Tareq Mitri mengatakan, tidak ada alasan untuk tidak memberikan izin pesawat lepas landas. "Pesawat yang lain juga mendarat dan lepas landas setelah dan sebelum itu. Tidak ada alasan bagi pihak berwenang bandara untuk melarang tinggal landas," katanya kepada wartawan.
Menteri Kesehatan Mohammed Khalifeh mengatakan, harapan untuk menemukan korban selamat makin memudar setelah ada pernyataan dari pimpinan maskapai bahwa kuat dugaan semua penumpang tewas. Kapal Angkatan Laut dengan peralatan canggih telah tiba di Lebanon untuk membantu melakukan pencarian.
Hingga kini, yang ditemukan adalah puing-puing, kursi, dan bagasi pesawat yang terdampar di pantai selatan Beirut di dekat landasan pacu utama bandara.
Khalifeh mengatakan, 54 orang dari total penumpang di kapal itu berasal dari Lebanon, 22 orang asal Etiopia, 2 orang dari Inggris, dan masing-masing 1 orang dari Kanada, Rusia, Perancis, Irak, Suriah, dan Turki.
Marla Pietton, istri Duta Besar Perancis untuk Lebanon Denis Pietton, juga berada di pesawat itu. Kebanyakan penumpang dari Lebanon itu adalah warga Syiah dari kawasan selatan yang melakukan aktivitas bisnis di Afrika.
No comments:
Post a Comment